Sunday, October 29, 2006

Percaya nggak percaya


Saya bukan orang yang mudah percaya pada takhayul, tetapi selalu antusias mendengarkan berbagai kisah yang menyangkut hal-hal misterius, yang kadang tidak bisa diterima dengan akal logika. Dibesarkan dalam keluarga Jawa dan hidup di tengah-tengah masyarakat Sunda, saya tentu saja mendengar berbagai kisah aneh-aneh, dan berbagai larangan yang disampaikan oleh orang orang tua di sekitar saya.

Misalnya saja, tidak boleh memukul dengan sapu lidi, karena ditakutkan akan memiliki banyak anak sejumlah lidi yang ada. (Dulu saya percaya, lalu lama-lama mikir juga, banyak anak atau tidak itu kan tergantung kita sendiri?). Lalu tidak boleh duduk di pintu jendela, nanti jauh jodoh. (Padahal duduk di pintu jendela tentu mengganggu orang yang lalu lalang dalam rumah). Atau, anak perempuan harus menyapu sampai bersih, jika tidak dia akan memperoleh suami yang penuh brewok. (Tentu saja menyapu harus bersih, agar kotorannya tidak berterbangan kemana-mana). Entah darimana asal-usul berbagai takhayul seperti itu, tetapi selalu seru membicarakan hal-hal yang orang Sunda menyebutnya “pamali”.

Seperti kemarin ketika saya pulang ke Bogor. Di dapur, sambil memasak, berkumpulah kami para perempuan dari berbagai generasi. Ada saya yang sedang hamil 3 bulan, ada ibu saya, dan ada nenek saya. Lalu ada si bibi, wanita asli Sunda yang hampir setiap hari membantu ibu saya bersih-bersih rumah.

Lalu mulailah berbagai kisah dan pantangan untuk orang yang sedang hamil. Beberapa yang disampaikan si bibi, saya akui, membuat saya terbelalak tak percaya sambil menahan geli. Bibi bilang, orang hamil tidak boleh makan menggunakan piring lebar. “Nanti muka anaknya lebar,” (heh? Apa hubungannya ya). Lalu dia bilang, kalau mandi tidak boleh melilitkan handuk di leher. Apa pasal? “Nanti bayinya dalam perut terlilit usus,”. Lalu, setiap melihat hal yang buruk-buruk saya dianjurkan mengusap perut, sambil berdoa agar tidak terjadi pada bayi saya. “Soalnya neng, kalau orang hamil, suka lihat yang aneh-aneh. Jadi gak boleh sembarangan” Bibi juga memberikan tips jitu, menurut dia saat melahirkan nanti sebaiknya pantat saya tidak diangkat, supya tenaga saat mengejan bisa lebih maksimal, dan tidak perlu dijahit. “Anak bibi empat, dan semuanya gak pake dijait neng”.

Bibi juga bertutur, menjelang melahirkan dia minum minyak kelapa, agar jalan melahirkan menjadi licin. Tak lupa, air kelapa muda hijau agar kulit bayi bersih dan bersinar. Saya yang kaget dengan begitu banyak pantangan, hanya bisa berujar “Masa sih?”

Ibu saya lalu menambahkan, orang hamil tidak boleh merendam pakaian, nanti ditakutkan air ketubannya berlebih sehingga kandungan saya kembar air. Sementara nenek saya menyampaikan pantangan makanan, agar bayi saya sehat. Kata si mbah, jangan makan buah kweni, duren, nanas, dan nangka. Buah-buah tersebut dipercaya memberikan efek panas di perut. Dia juga menganjurkan mengurangi minum es, karena akan membuat sang jabang bayi ukurannya besar.

Duh..duh banyak sekali hal yang harus diperhatikan. Antara percaya dan tidak, antara takut dan heran. Namun, yang pasti saya percaya ketika nenek saya bertutur “Setelah melahirkan, nanti kamu akan merasakan, betapa perjuangan seorang ibu begitu berat. Nanti pasti kamu tambah sayang sama mama. Nah, laki-laki tidak mungkin pernah merasakan hal seperti itu,”

Iya memang, ini pengalaman istimewa. Saya menikmatinya setiap hari, menjaga dengan baik janin kecil yang tumbuh dalam diri saya. Dengan berbagai pantangan maupun tidak.. yang penting ia lahir sehat...

Thursday, October 26, 2006

Lebaran yang sarat rindu

Lebaran kali ini tidak saya habiskan bersama mama, bapak, dan adik di Bogor. Saya berlebaran di tanah kelahiran suami saya di Batang, Jawa Tengah. Berkumpul dengan keluarga kecil yang baru, dengan suasana yang tentu saja berbeda.

Sejak SMP, saya terbiasa mandiri. Saya pernah berbulan-bulan tinggal di kamar kos milik orang tua saya, padahal letaknya hanya di belakang rumah. Bapak bilang, supaya saya bisa bertanggung jawab dan latihan mengurus diri sendiri. Tak heran, ketika harus ngekos saat kuliah di Bandung, orangtua saya tenang-tenang saja. Jarang telpon kecuali ada keperluan penting, jarang menjemput kecuali saya sakit, dan jarang sengaja menengok, kecuali dengan kebetulan mereka lewat.

Sebaliknya, saya juga jarang pulang. Banyak waktu tersita oleh kegiatan kemahasiswaan maupun tugas kuliah yang berjibun. Mungkin satu bulan sekali saya pulang ke Bogor, itu pun kalau ibu saya sudah sms “Kapan pulang mbak?”. Itu artinya beliau sudah rindu dengan putri sulungnya ini.

Hubungan saya dan adik saya semasa kuliah juga sedikit merenggang. Dia asyik dengan band dan aktivitasnya, sehingga ketika saya pulang ke Bogor, seringkali bentrok dengan jadwalnya yang padat. Kami hanya bertegur sapa saat pagi hari. Tidak sempat berkeliling kota, tidak ada waktu untuk saling cerita.

Pendek kata, saya cuek. Jarang mengukir momen indah bersama keluarga, pun jarang merasa rindu untuk pulang.

Tapi lebaran kali ini semua rasanya berbeda..
Untuk pertama kalinya dalam hidup saya saya begitu rindu rumah, rindu mama, bapak, dan adik saya. Berkali-kali saya sms mama, hanya sekedar ucap kangen. Hal yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan.

Saat takbir menggema dan acara sungkeman dengan mertua tiba. Tangis saya pun pecah. Saya rindu mama, rindu membuat kue bersama hingga dini hari. Kalau waktu kecil saya hanya membantu menimbang dan mengocok telur, sejak SMA saya sudah bisa membuat kue sendiri. Ada kastengels, kue havermut kacang mede, dan kue cornflake kesukaan kami. Saat saya membuat kue, mama biasanya sibuk di dapur memasak rendang, opor ayam, dan sayur kentang yang rasanya luar biasa. Kali ini mama memilih membuat kue bersama teman-teman kantornya. “Di kantor ada oven besar” ujarnya.

Saya juga kangen Bapak. Kangen dengan keributannya saat membuat ketupat. Bapaklah yang selalu kebagian tugas membuat ketupat. Ia memilih memasak ketupat di atas tungku tradisional, dengan dua batu besar dan kayu bakar, daripada matang di atas kompor gas. “Rasanya beda,” . Aku, bapak, dan adik biasanya mengisi ketupat dengan beras yang sudah diberi air kapur, kadang isinya terlalu banyak sehingga ketupat keras, kadang terlalu sedikit sehingga teksturnya lembek.

Aku juga rindu adik. Adik perempuanku satu-satunya, yang selalu membuat suasana ramai dengan humor-humor segarnya. Yang bisa membuat bapak kembali tersenyum saat marah, yang dipercaya mama untuk mencicipi berbagai masakannya.

Saya rimdu semua. Rindu dengan momen sungkeman, melihat bapak dan mama biasanya berpelukan begitu lama sambil saling menangis. Rindu berangkat sholat ied bersama saat pagi menjelang. Rindu bertakbir, rindu ramainya para tetangga.

Setiap keluarga memiliki ritualnya sendiri. Setiap orang meninggalkan rasa rindu yang berbeda, yang begitu terasa saat semua tidak ada. Lebaran kali ini memang sarat rindu dan menjadi bahan perenungan bagi saya, untuk lebih sering pulang, dan lebih sering mengungkap sayang. .

Monday, October 09, 2006

Me, being 25

Hari ini milik saya. Dari sekian banyak hari-hari menyenangkan, hari ulang tahun adalah satu hari yang selalu membuat saya bahagia. Meskipun bertambah umur tidak menandai perubahaan kedewasaan yang drastis, tetapi setiap hari ulang tahun, saya selalu menikmati setiap momen-momen kecil, yang menjadi kenangan indah saat hari berakhir.

Hari ini misalnya, suami tercinta mengawali dimulainya hari dengan kejutan super indah.Kue tiramisu kesukaan saya hadir dihadapan, lengkap dengan lilin terang yang membangunkan saya pada dini hari tadi. Bukan, bukan kue dan kado istimewa darinya yang membuat saya bahagia... tetapi di bawah temaram lilin, wajah teduhnya tampak sempurna, pun senyum tulusnya membuat saya begitu menikmati gores raut wajahnya. Memikirkan bagaimana dirinya repot dan bersusah menyiapkan kejutan meninggalkan rasa haru dalam diri saya. Iya, laki-laki inilah yang membuat hidup saya terasa begitu ajaib, begitu hidup, dan begitu lengkap.. (terima kasih sayang!)

Momen-momen kecil yang membahagiakan masih berlanjut, sms-sms penuh doa datang dari sahabat-sahabat tercinta, saya bisa merasakan berbagai ketulusan mengalir dalam kata-kata indah mereka.. Menyadari saya dikelilingi begitu banyak kasih sayang, rasanya tidak ternilai..

Aha, itu dia!seorang teman lama menyapa melalui yahoo messenger, mengucapkan selamat ulang tahun, menanyakan kabar, dan ngobrol ngalor ngidul. Ada pula, sahabat lama yang tiba-tiba menyapa, meninggalkan rasa senang, karena mengetahui hidupnya kini bertambah baik...Ajaib rasanya, tahun-tahun yang hilang, bisa terganti hanya dalam satu hari pesan pendek...

Hari ini milik saya. Lebih dari sekedar ulang tahun, hari ini saya merasa disentuh begitu hangat oleh orang-orang terdekat dan para sahabat. Meninggalkan senyum di akhir hari, dan kenangan hingga mata saya menutup abadi

Hari ini milik saya. Sekarang saya 25 tahun, menikah dengan laki-laki yang saya cintai, menunggu kelahiran bayi kami, memiliki pekerjaan yang saya nikmati, dan dikelilingi sahabat – sahabat penuh cinta. Ah, saya siap memulai petualangan baru...

Hari ini milik saya. Dan semuanya sempurna.