Monday, June 26, 2006

..........

Tuhan
ringankan beban di pundaknya
atas rasa kehilangan yang begitu dalam
gantikan dengan percikan bahagia
agar tampak sesungging senyuman

Tuhan
hangatkan kalbunya
jangan biarkan membeku
agar masih bisa ia meresapi
setiap keindahan yang engkau ciptakan

setiap warna yang selalu menjadi inspirasinya
setiap kata yang menjadi pemancing gelak tawa
setiap alunan jazz indah yang memanjakan telinganya

Tuhan
sampaikan pelukan hangatku
melalui keajaibanmu
agar dalam setiap gelap
ia selalu menemukan cahaya terang

[untuk G.Nurmalasari Silaban]

Wednesday, June 21, 2006

body facts

date: 06.21.2006
time: 19.21.02
mode:whole
sex:female
age:24
height: 165 cm
weight: 61,1 kg (+3,9kg)
fatness: +6,8%
body age:
protein: 9.2 kg
muscle:41.8 kg
mineral: 3.5 kg
Nah itu dia, fakta terbaru tentang tubuh saya. Lihat di bagian wieght, berat badan saya kelebihan 3,9 kg, idealnya 57,2 kg. hahaha jadi malu, hanya dalam dua bulan, berat badan naik drastis 6kg. Sebelum menikah, saya rutin ke pusat kebugaran, hasilnya saat menikah berat saya ideal betul, mencapai 55 kg. Eh, setelah kembali bekerja, kok jadi malas ya berolah raga.. apalagi di tempat kerja baru, makanan selalu berslewiran tiada henti (lho kok jadi menyalahkan tempat kerja baru hehehe).
Soal berat badan ini memang seringkali jadi perhatian saya, sahabat-sahabat dekat pasti sudah hafal kalau saya mulai mengeluh celana kesempitan, baju kekecilan karena berat badan naik. Semasa kuliah dulu, saya lumayan rajin olahraga setiap pagi.. sederhana saja, mengelilingi lapangan Sabuga ITB. Waktu itu sih sekalian refresing, karena pusing mengerjakan skripsi. Saya juga sempat mengikuti beberapa kelas aerobik. Bahkan saya masih sempat membaca majalah kesehatan dan mengikuti informasi terbaru seputar dunia kesehatan. Pokoknya healthy life lah!
Saya termasuk orang yang senang melakukan aktivitas fisik, dari SD sudah ikutan pencak silat, lalu aktif menari daerah, sampai sma saya juga masih aktif menari bali. Buat saya, melakukan aktivitas fisik membuat kepala jadi lebih enteng, badan juga jadi lebih fit, nafas panjang dan tidak mudah lelah.
Tapiiiiii,jika malas menyerang, rasanya lebih nyaman berlindung di dalam selimut hangat di pagi hari lalau ngemil tiada henti. Tanpa terasa, perut membuncit deh! padahal saya mengerti semua manfaat olah raga... heheheh dasar pemalas!
Hari ini saya mampir ke pusat kebugaran di kantor, ternyata alat-alatnya lengkap dan suasananya asyik. Kelas aerobiknya juga bermacam-macam, dari pilates hingga step aerobic. Duh betul-betul menggiurkan. Timbul deh keinginan kembali berolahraga, apalagi ditambah fakta berat badan yang semakin melar. Memang sih, nggak parah-parah banget, masalahnya berat badan yang naik membuat saya merasa tidak nyaman.
Jadi ceritanya, saya mau membulatkan tekad kembali: Rutin berolahraga supaya sehat hat hat!

Monday, June 19, 2006

bangkit yang sesungguhnya


"Bantuan tidak akan mengalir selamanya, sekarang waktunya bekerja. Jika menyerah akan tambah parah, jika menunggu tidak akan maju"



Ada pemandangan menarik, sekaligus mengharukan bagi saya, ketika saya menjenguk Bantul minggu lalu. Salah satu kawasan gempa terparah di Yogyakarta tersebut mulai menunjukkan geliat kebangkitan. Di sepanjang jalan, spanduk berisikan kata-kata pembakar semangat dipasang, tujuannya satu : mengumandangkan hasrat, agar masyarakat bantul selekasnya bangkit dari kesulitan

Spanduk putih merah tersebut, terasa menyejukkan dan betul-betul membangkitkan semangat. Filosofi sederhana terbaca, bahwa harta benda bukanlah segalanya, bahwa bencana bukan berarti semangat melemah, dan cara terbaik melewati semuanya adalah bangkit, dan berdiri di kaki sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain.

Dari berbagai cerita masyarakat yang saya temui, dahsyatnya gempa bahkan membuat sebagain besar masyarakat tak mampu berlari kencang karena terguncang kanan dan kiri, gempa bergelombang merambah tanah, hingga membuat tanah padat melaju bagai ombak air. Meski kenangan tersebut melekat di sebagian besar benak pengungsi, setiap kisah selalu diakhiri tawa kebersamaan yang terdengar pasrah. Bagi mereka rumah yang hilang tak mungkin kembali jika ditangisi, jalan satu-satunya hanya bekerja keras. Dan itu yang membuat saya terpana diam.

Kini masyarakat Bantul tinggal di "rumah" warna warni yang semakin menjamur. Berbagai jenis tenda yang kini berfungsi layaknya rumah utama, menjadi satu-satunya tempat berteduh dan berkumpul . Tempat pulang tawa anak-anak ke pangkuan sang ibu,dan payung hangat bagi keluaga. Ada tenda putih merah dari bantuan Iran, tenda putih Unicef, tenda hijau dari tentara, maupun tenda klasik dari terpal biru dan oranye. Tanpa dinding hangat, tanpa plester mengkilat.

Belum genap sebulan, ketika gempa mengguncang Yogyakarta. Dapur gotong royong didirikan, ibu-ibu bergantian memasak guna meredam rasa lapar di perut, bapak-bapak mulai menumpuk batako yang bisa diselamatkan, laki-laki dewasa mulai bekerja sama membangun fasilitas publik.Ladang-ladang mulai digarap, tanah mulai diairi. meskipun menghadapi tiupan angin dingin di malam hari dan guncangan gempa kecil yang memancing trauma, keinginan masyarakat untuk keluar dari kesulitan tampaknya mampu mengalahkan segalanya.

Saya melihat kebangkitan yang sesungguhnya. Masyarakat Yogya,berusaha berdiri di tengah rasa kehilangan, berusaha bermimpi di tengah realita yang membangunkan, berusaha tersenyum di tengah kenangan pahit yang terus melekat. Kebangkitan yang tentu tidak mudah dan akan menempuh perjalanan panjang. Gempa boleh meruntuhkan rumah mereka, namun kobar semangat tetap tinggal mengakar..

Dan saya menyaksikan itu dengan decak kagum yang sangat...

Monday, June 12, 2006

Soul filling farmers




Saya baru pulang dari Surabaya, kota yang diselimuti panas terik di Jawa Timur. Tapi hari Sabtu kemarin, panasnya terasa padam, oleh senyum dan canda tawa dari sepuluh petani kedelai hitam asal Trenggalek.

Ya,pekerjaan baru saya, memungkinkan saya akan beresentuhan dengan banyak petani. Berinteraksi dengan mereka, mendengarkan keluh maupun ksiah-kisah lucu di belahan dunia lain. Dunia yang tentu saja berbeda dengan yang sekarang saya jalani, tidak sumpek, tidak berpolusi, tidak ada ambisi, dan tidak ada teknologi.

Sabtu itu menjadi hari yang menyenangkan buat saya, meski judulnya melakukan perjalanan kerja, saya justru merasa mendapatkan ekstra liburan. Ekstra karena tidak hanya jalan-jalan, jiwa saya baterainya terisi.

Petani kedelai hitam tersebut, merupakan bagian besar dari proses supply bahan baku untuk kecap Bango. Iya, kecap manis lezat yang sudah lama digunakan oleh ibu saya. DI tiap butir kedelainya, tersimpan bulir-bulir kerja keras, energi matahari terik, maupun tangan-tangan tulus perawatan dari petani-petani tersebut.

Selama di Surabaya, saya tak henti-hentinya kagum pada sorot mata tangguh dari para petani. Menggambarkan semangat dan dedikasi. Rasanya, seperti diingatkan, bahwa selama ini, dengan berbagai kenikmatan yang saya raih, kadang masih terselip rasa malas, masih ternoda rasa kurang bersyukur, maupun kadang dicampuri rasa ambisi yang tidak jelas.

Bapak-bapak bersahaja itu terpuaskan dengan hasil panen yang berkualitas, cuaca yang baik, maupun cita-cita menyekolahkan anak cucu, Meski kulit sudah berkeriput, namun semangat dalam diri mereka menyala terus. Dan saya dapat merasakannya. Mereka tidak terganggu dengan suhu politik yang memanas, maupun rancangan RUU Pornografi dan Pornoaksi. Pun mereka juga tidak terusik dengan berita-berita infotainment. Cukuplah bagi mereka, hidup rukun dengan tetangga dan bisa bertahan hidup dari hari ke hari.

Sehari di Surabaya kemarin juga membuat saya bersemangat kembali, bersemangat bekerja keras untuk satu tujuan: mendedikasikan hidup saya agar bisa bermanfaat untuk orang lain, at least membantu orang untuk tersenyum.