Monday, June 19, 2006

bangkit yang sesungguhnya


"Bantuan tidak akan mengalir selamanya, sekarang waktunya bekerja. Jika menyerah akan tambah parah, jika menunggu tidak akan maju"



Ada pemandangan menarik, sekaligus mengharukan bagi saya, ketika saya menjenguk Bantul minggu lalu. Salah satu kawasan gempa terparah di Yogyakarta tersebut mulai menunjukkan geliat kebangkitan. Di sepanjang jalan, spanduk berisikan kata-kata pembakar semangat dipasang, tujuannya satu : mengumandangkan hasrat, agar masyarakat bantul selekasnya bangkit dari kesulitan

Spanduk putih merah tersebut, terasa menyejukkan dan betul-betul membangkitkan semangat. Filosofi sederhana terbaca, bahwa harta benda bukanlah segalanya, bahwa bencana bukan berarti semangat melemah, dan cara terbaik melewati semuanya adalah bangkit, dan berdiri di kaki sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain.

Dari berbagai cerita masyarakat yang saya temui, dahsyatnya gempa bahkan membuat sebagain besar masyarakat tak mampu berlari kencang karena terguncang kanan dan kiri, gempa bergelombang merambah tanah, hingga membuat tanah padat melaju bagai ombak air. Meski kenangan tersebut melekat di sebagian besar benak pengungsi, setiap kisah selalu diakhiri tawa kebersamaan yang terdengar pasrah. Bagi mereka rumah yang hilang tak mungkin kembali jika ditangisi, jalan satu-satunya hanya bekerja keras. Dan itu yang membuat saya terpana diam.

Kini masyarakat Bantul tinggal di "rumah" warna warni yang semakin menjamur. Berbagai jenis tenda yang kini berfungsi layaknya rumah utama, menjadi satu-satunya tempat berteduh dan berkumpul . Tempat pulang tawa anak-anak ke pangkuan sang ibu,dan payung hangat bagi keluaga. Ada tenda putih merah dari bantuan Iran, tenda putih Unicef, tenda hijau dari tentara, maupun tenda klasik dari terpal biru dan oranye. Tanpa dinding hangat, tanpa plester mengkilat.

Belum genap sebulan, ketika gempa mengguncang Yogyakarta. Dapur gotong royong didirikan, ibu-ibu bergantian memasak guna meredam rasa lapar di perut, bapak-bapak mulai menumpuk batako yang bisa diselamatkan, laki-laki dewasa mulai bekerja sama membangun fasilitas publik.Ladang-ladang mulai digarap, tanah mulai diairi. meskipun menghadapi tiupan angin dingin di malam hari dan guncangan gempa kecil yang memancing trauma, keinginan masyarakat untuk keluar dari kesulitan tampaknya mampu mengalahkan segalanya.

Saya melihat kebangkitan yang sesungguhnya. Masyarakat Yogya,berusaha berdiri di tengah rasa kehilangan, berusaha bermimpi di tengah realita yang membangunkan, berusaha tersenyum di tengah kenangan pahit yang terus melekat. Kebangkitan yang tentu tidak mudah dan akan menempuh perjalanan panjang. Gempa boleh meruntuhkan rumah mereka, namun kobar semangat tetap tinggal mengakar..

Dan saya menyaksikan itu dengan decak kagum yang sangat...

No comments: