Wednesday, March 14, 2007

Renon dan diskriminasi

Namanya Renon. Pangeran Renon. Motor Mega Pro berwarna biru ini sudah menjadi teman sehari-hari bagi saya dan suami mengarungi jalanan. Bahkan mulai semenjak pacaran dulu, renonlah yang setia mengantar kami pergi ke penjuru kota Jakarta. Mulai menikmati air mancur menari di Monas, makan makanan padang di Senen, ataupun sekedar putar-putar di Blok M.

Renon juga kami ajak menempuh hujan, kadang menembus debu dan badannya kadang tergores roda koper, kalau saya terlalu banyak membawa jinjingan saat harus ke luar kota. Renon teruji gesit diajak meliuk-liuk melewati deretan mobil saat macet. Renon juga yang dulu setia membawa kami berdua pulang pergi ke Bogor, sampai perannya tergantikan karena bapak saya tidak tega membiarkan anaknya yang sedang hamil ini harus naik motor ke bogor, sehingga berbaik hati menjemput saya setiap akhir minggu.

Namun, di Jakarta ini, Renon kesayangan kami seringkali mengalami diskriminasi. Dianggap kendaraan kelas dua, diperlakukan seperti seperti kendaraan sampah, dan tidak mendapatkan pelayanan yang cukup. Padahal seperti band Seriues bilang “Motor bagai manusia”, tapi sayangnya sering diperlakukan tidak layak.

Seperti kemarin misalnya, ketika saya harus menghadiri seminar di Hotel Ritz Carlton Kuningan, Renon kesulitan mendapatkan parkiran. Jangankan parkir, moncongnya baru akan mendekati hotel untuk bertanya saja, semua mata satpam langsung memandang penuh larangan. Belum lagi ditanya ini itu, untuk apa tujuan datang ke hotel. Segera saya tunjukkan undangan seminar yang akan saya hadiri. Setengah malas, akhirnya satpam itu mempersilahkan Renon dan suami saya parkir di basement. Aneh kan, memangnya semua orang yang datang ke hotel harus mengendarai mobil ya? Dan untuk apa pula tidak ada angin dan hujan datang ke hotel tersebut....

Kisah lain juga dialami Renon dan suami saya, ketika menunggu saya selesai menghadiri acara kantor di Hotel Four Season. Parkir di depan jalanan hotel sebentar saja, para petugas keamanan rasanya seperti kegerahan. Mengusir Renon dengan mimik wajah yang tidak menyenangkan. Beruntung, suami tidak bergeming.

Bandingkan jika saya datang dengan mobil menuju hotel. Sampai di depan lobby hotel, pintu dibukakan oleh petugas hotel dengan senyum ramah. Mengucapkan selamat datang dan menawarkan membantu membawa barang. Tak tahulah dia, mobil yang saya tumpangi hanya mobil milik kantor.

Tidak hanya itu,diskriminasi Renon juga terjadi saat kami mengunjungi mal-mal maupun pusat perbelanjaan. Tempat parkir motor biasanya diletakkan jauuuuuh dari gedung, sehingga kami terpaksa berjalan sambil menenteng belanjaan yang kadang-kadang lumayan banyak. Tidak ada keistimewaan bisa menjemput di depan lobby.

Sungguh, kadang kesal sekali diperlakukan seperti itu...



No comments: