Monday, February 19, 2007

Berkenalan dengan Pram


Pramoedya Ananta Toer. Nama penulis besar, yang hingga selama 25 tahun saya hidup belum pernah satu pun karyanya say abaca. Yang hingga sang penulis wafat belum pernah saya menjamah buku-buku tulisannya. Alasan sederhana: malas, karena bukunya tebal-tebal dan temanya tampak begitu serius.

Si pram ini sudah banyak dibincangkan orang, berkali-kali menjadi nominasi untuk meraih nobel sastra. Banyak orang mengaku terinspirasi akan tulisannya. Tapi saya tak juga bergeming, bahkan rasa penasaran pun tidak ada. Sekian banyak orang merekomendasikan, bahkan setengah berbangga. Seolah membaca karya Pram sudah menjadikan mereka orang besar, menjadikan mereka lebih berarti, dan membuat tampilan mereka lebih berbobot.

Saya ingat suatu kali, ketika hendak mengikuti seleksi menjadi reporter salah satu televisi swasta. Salah satu pertanyaannya adalah saya diminta menyebutkan judul-judul buku karya Pram. Kalau hanya judul buku sih saya tau, tapi ingin tertawa geli saat sang produser menjelaskan, pertanyaan itu dimunculkan karena menurut mereka orang-orang yang membaca karya Pram tentulah memiliki kualitas otak yang lebih baik. Sungguh aneh.

Lalu beberapa bulan lalu, suami saya membelikan seri buku pertama dari tetralogi Pram yang terkenal. Bumi Manusia. ”Bacalah,kamu akan tenggelam bersamanya,” kata dia. Oke, akhirnya saya ”terpaksa” berkenalan dengan karya Pram. Sekarang saya sudah bisa penasaran, bagaimana sesungguhnya buku yang menurut banyak orang menarik ini? Dari segi mana menariknya? Bahasa tuturnya kah? Jalan ceritanya? Atau apa?

Saya sendiri menyenangi buku-buku yang menyajikan pengalaman baru bagi indra saya. Saya menyukai ending cerita yang sukar ditebak, menyukai deskripsi yang metafora, menyukai penokohan yang aneh, dan menikmati cerita petualangan.

Lalu mulailah saya berkelana dalam Bumi Manusia. Duh, melewati halaman-halaman pertama rasanya suliiiit sekali. Buku itu belum berhasil membawa saya ketagihan, belum mampu memanggil saya ketika saya tidak ada kerjaan. Beranda buku itu belum berhasil membuat saya duduk nyaman. Ketika suami saya tanya ”Buku itu sudah berhasil menarikmu tenggelam?” saya hanya menggeleng sambil meringis.

Lalu, seminggu lalu, ketika saya terpaksa harus tinggal di rumah karena flu berat, saya akhirnya membaca buku itu. Selembar,lalu satu bab, tanpa sadar sudah setengah buku. Saya mulai tenggelam, saat Nyai Ontosoroh menerawang bertutur kembali tentang masa lalunya.

Setelah itu, rangkaian cerita seolah tampak semakin menarik, semakin misterius.

Saya menyukainya. Mengagumi deskripsi Pram tentang bagaimana setiap orang seharusnya merdeka. Tenggelam dalam alur cerita bertuturnya yang begitu mendalam. Dialog-dialog perdebatan yang seru, maupun penggambaran masa lalu yang begitu detail.Saya banyak menemukan kutipan menarik dari buku itu. Tentang cinta, tentang manusia, dan tentang hidup.

Harus saya akui, meskipun belum jatuh cinta, Bumi Manusia telah membawa pengalaman baru bagi indra saya. Sst saya belum selesai membacanya.. penasaran dengan endingnya nih..

No comments: